Selasa, 05 Mei 2009

MULYADI W. PELUKIS LEMBUT PENUH KEMESRAAN

/ Rahmat Ali

Mulyadi W (begitu namanya selalu tercantum di lukisan atau di ilustrasi ciptaannya di beberapa majalah anak-anak tahun 19701n) adalah pelukis senior yang telah meniti karirnya sejak dari bawah sekali. Dari tahun 1955 hingga 1960 adalah masastudinya di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Sejak itu sebagai anggota kelompok seniman di "Sanggar Bambu" Yogyakarta telah berkeliling Jawa dan Madura untuk melakukan kegiatan senirupa. Tahun-tahun berikut seperti umumnya pelukis dia berpameran tunggal atau bersama para pelukis lainnya, mulai dari tahun 1967, 70, 72, 76, 79 dan seterusnya hampir tiap tahun hingga baru-baru ini bulan Maret 2009. Berpamerannya bukan hanya di kota-kota besar Indonesia, juga negara-negara Asean termasuk Bangladesh, Korea serta di Tokyo, Jepang.
Pria kelahiran Pasuruan 22 Agustus 1938 ini telah menunjukkan bahwa prestasi yang sekarang adalah hasil proses panjang, bukan seperti masak mi instant yang sekali dicemplungkan ke air mendidih lalu matang siap untuk dinikmati. Ciri yang menonjol pada karya-karyanya sudah banyak dikenal pemerhati-pemerhati seni, selalu lembut penuh kemesraan. Jika perlu ornamen-ornamen di sekitar obyek pokok lukisan selalu digarap dengan detil dan halus. Tersirat keteduhan dan penuh kecintaan. Rumahnya yang cukup luas dan teduh di kampung Ragunan memberikan suasana rukun damai. Ada rumah induk, pavilyun serta studio untuk melukis. Akibat keserasian taman di sekitar rumah maka tidak heran terlihat pada lukisan-lukisannya yang alami. Contoh nyata pada "Anak-anak bermain" yang dilukisnya pada tahun 1995. Di samping karya tersebut terpampang pula sosok pelukisnya sendiri.
Penghayatan dan penjiwaan sang pelukis terhadap anak-anak dan bundanya tercermin pada lukisan "Melihat adik disusui" (2004). Pada lukisan yang temanya agak mirip, ibu muda dari Dayak, Kalimantan, dia beri judul "Menggendong anak".
Wajah-wajah pelaku yang dilukis Mulyadi W merefleksikan jiwa penuh kasihsayang yang tulus. Menyusui dan menggendong anak tidak lain "terjemahan" mencintai, menyayangi sekaligus memberikan kelembutan yang murni. Dia pandai mendefisikan apa itu cinta. Pada lukisannya "Malam Pengantin" (2005) para pembaca bisa berfantasi yang indah tentang bagaimana sepasang pengantin baru di malam pertama mereka. Dandanan rambut dan wajah pengantin wanita sama sekali belum terhapus benar sedangkan si prianya sudah demikian bernafsu di selembar kain batik untuk berduaan. Kembali lagi di sini sang pelukis tidak bisa meninggalkan cap kelembutan, kemesraan dan ekspresi cintanya yang khas.
Terhadap akibat tragis dari kerusuhan yang pernah melanda ibukota, sang pelukis trenyuh juga menyaksikan seorang seorang pria yang tewas dan rumahnya hancur terbakar. Mulyadi W melukiskan seorang istri dengan anaknya didera hujan angin dengan latarbelakang kepulan asap di kejauhan. Mana suaminya? Telah benar-benar tewaskah dia dan tidak pulang untuk selama-lamanya? Kenyataannya begitu. Karya tersebut berjudul: "Percuma motretin kite, Oom" (2006).

Tahap-tahap di dalam melukis yang dilakukan oleh Mulyadi W selalu ajeg begitu dari dulu-dulunya. Dimulai dari ide yang dituangkan ke sketsa. Dari situ lalu “dipindahkan” ke kanvas dengan menggunakan cat minyak. Bagaimana juga Mulyadi W tidak bisa lepas dari ciri-ciri gaya melukisnya yang lembut penuh kemesraan. Sekali lagi terutama pada wanita dan anaknya. Lukisannya yang berjudul "Kudamba kamu kelak jadilah Superman, he-he-he" yang baru-baru ini dipamerkan pada pertengahan Maret 2009 di Rumahsakit Ibu dan Anak, Jl. Ampera, Jakarta Selatan, membuktikan hal tersebut.
Berapa jumlah lukisan yang telah dicipta sang pelukis? Juga sketsa-sketsa serta ilustrasinya di majalah-majalah masalalu? Ada ratusan, bahkan seribu lebih. Juga beberapa patung. Seperti seniman umumnya karya-karya tersebut sudah banyak dibeli peminat. Yang tinggal di sanggar tersisa beberapa biji saja. Untungnya sebagian besar sudah dipotreti dan ditempelkan di album. Lainnya lagi di"scanned" dan disimpan di PC dan CD. Itulah dokumentasi pribadinya. Mulyadi W menikah pada tahun 1971 di Yogyakarta dengan Sudarusmi (panggilannya Bu Rus). Dikurniai tiga putrid dan 1 putra bungsu. Yang pertama dan kedua sudah menikah. Dari yang sudah berumahtangga ini menurunkan tiga orang cucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar